Selasa, 05 November 2013

Hari pahlawan bukan sekedar refleksi


Hari Pahlawan Bukan Sekedar Refleksi


Oleh: Ahmad Ikhwan Susilo




Barang siapa sungguh menghendaki kemerdekaan buat umum,

segenap waktu ia harus siap sedia dan ikhlas buat menderita

“kehilangan kemerdekaan diri sendiri”

(Dari Penjara ke Penjara, Tan Malaka)




Hampir saban 10 November kita selalu mengibarkan bendera satu tiang penuh. Upacara penghormatan pun dilakukan untuk memperingati hari Pahlawan. Seremonial tahunan ini menjadi satu refleksi bagi kita semua untuk mengenang jasa-jasa besar para pahlawan Indonesia yang dengan ikhlas mengorbankan segenap jiwa dan raga yang dimiliki sampai tetes darah penghabisan. Semua itu demi satu tujuan: Kemerdekaan! Merdeka dari penghisapan, merdeka dari penjajahan, dan merdeka dari penindasan kolonial. Soekarno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah lupa akan jasa para pahlawannya. Maka dari itu, jangan pernah sekalipun melupakan sejarah.

Sebagaimana laiknya sebuah refleksi, peringatan hari pahlawan ini tak cukup sekedar kita memasang bendera satu tiang penuh dan mengikuti upacara kebesaran yang dipersiapkan, dihadiri para pejabat, didengarkan pidatonya, lantas selesai begitu saja tanpa ada satu nilai. Dan hal ini dari tahun ke tahun terasa semakin kurang dihayati dan menjadi kosong makna karena peringatan ini cenderung bersifat seremonial belaka.

Lebih dari itu, refleksi ini menjadi satu permenungan kita bersama, sejauh mana kita sebagai angkatan muda(baca: mahasiswa), kaum intelektual terpelajar mampu menjadi bagian dalam proses pembangunan bangsa ini ke depan? Hal signifikan apa saja yang telah kita perbuat di dalam arus persaingan yang go global ini? karena seperti apa yang dikatakan oleh Soe Hok Gie bahwa kitalah generasi yang akan memakmurkan Indonesia.

Memang secara legal formal bangsa ini telah merdeka, tetapi bila kita lihat secara hakikat ternyata belum sepenuhnya kita merdeka. Penjajahan yang kita alami sekarang tidak sama dengan apa yang dialami oleh arek-arek Suroboyo ketika melawan Inggris di Surabaya 63 tahun silam dengan menggunakan beberapa pucuk senjata dan bambu runcing. Bentuk penjajahan yang kita alami saat ini tidak bermuka garang melainkan berwajah lembut. Kita dijajah secara sistem!

Tengoklah berapa juta massa rakyat Indonesia yang terbelenggu dalam kemiskinan, mereka yang tidak mampu sekolah, pengangguran yang menumpuk, petani yang dirampas tanahnya, buruh dengan gaji rendah, belum lagi kanker korupsi yang masih menjamur di tubuh birokrasi negeri ini. Tan Malaka membuat sebuah illustrasi yang menyedihkan tentang keadaan rakyat. Sebuah kenyataan yang ditulis puluhan tahun lampau namun masih dekat dengan kenyataan yang sekarang kita alami: Beberapa juta jiwa sekarang hidup dalam keadaan ‘pagi makan, petang tidak’. Mereka tidak bertanah dan beralat lagi, tidak berpengharapan di belakang hari. Kekuasaan atas tanah pabrik, alat-alat pengangkutan dan barang perdagangan, kini semuanya dipusatkan dalam tangan beberapa sindikat...demikianlah rakyat Indonesia tambah lama tambah miskin sebab gaji mereka tetap seperti biasa(malahan kerapkali diturunkan), sementara barang-barang makanan semakin mahal...

Hal inilah yang secara kongkrit harus kita jawab bersama. Bangsa Indonesia saat ini membutuhkan pahlawan-pahlawan baru untuk mewujudkan kehidupan massa rakyat yang demokratis secara politik, adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi, dan partisipatif secara budaya.

Pengalaman-pengalaman besar harus dijemput bukan hanya melalui analisa tapi juga karya-karya penting untuk menggugah kesadaran yang sudah lama terlelap. Di dunia pemikiran kita bukan sekedar membutuhkan gagasan-gagasan baru melainkan juga ‘alat baca’ yang berpihak atas massa rakyat yang tertindas. Intelektual adalah bagian dari arus massa tertindas dan sebaiknya mengerti, memahami, dan menyelami kehidupan mereka. Hal ini tak akan bisa dimengerti jika mengetahui kehidupan hanya sebatas kegiatan-kegiatan pelatihan, workshop, rapat, seminar, diskusi atau penelitian ‘pesanan’. Kegiatan itu hanya akan meningkatkan pendapatan bukan pemahaman atas kenyataan sosial. Membuang keyakinan lama mungkin jadi syarat utama menuju pada tugas serta mandat seorang intelektual terpelajar.

Pahlawan-Pahlawan Baru

Sebuah keniscayaan memang apabila setiap jaman akan melahirkan anak jamannya masing-masing. Disinilah peran generasi muda tak pernah putus dari sejarah bangsa ini. Jika kita menilik ke belakang, dulu kaum terpelajar yang memperoleh kesempatan untuk menikmati pendidikan mempunyai satu cita-cita besar bagaimana bangsa ini bisa merdeka dari belenggu penindasan kolonial. Mereka tidak hanya mempunyai gagasan besar tentang perubahan, tidak hanya berhenti pada satu forum diskusi, tetapi ada satu tindakan riil bagaimana melakukan proses transformasi nilai terhadap massa rakyat yang tertindas. Jalan itupun mereka dapatkan dengan cara mengorganisasikan diri.

Tidak hanya itu, mereka juga membuat terbitan-terbitan cetak dalam proses transformasi nilai kepada massa rakyat. Perlawanan terhadap Belanda memasuki babak baru. Tak sekedar dengan rencong dan keris, tetapi juga dengan pena dan kertas (baca: ilmu pengetahuan). Itulah sebabnya Ben Anderson, lewat esai panjang Immagined Communities, menulis: Selain runtuhnya kekuasaan universal (gereja Katolik-Roma) dan kerajaan-kerajaan dinastik, berkembangnya penerbitan dan percetakan yang memungkinkan tulisan para pemimpin pergerakan makin banyak dibaca khalayak adalah elemen terpenting dari kelahiran nasionalisme.

Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah hari Pahlawan harus kita peringati dan refleksikan.

Namun, kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, dan kerelaan berkorban?

Saat negara nasibnya terseok seperti sekarang dimana rakyat hidupnya diperas, perubahan hanya jadi menu diskusi, saat itulah maka gerakan progresif kaum intelektual terpelajar menjadi satu kebutuhan mendesak. Seorang terpelajar bukan semata-mata sosok yang mencintai pengetahuan, tapi bagaimana dapat dan mampu memberikan gagasan-gagasan tentang perubahan. Karena itulah, solusi-solusi baru dan tindakan konkrit untuk perubahan sosial mutlak dibutuhkan.

Saya masih ingat jelas ungkapan satir yang pernah dituliskan Romo Mangunwijaya: Apa guna kita memiliki sekian ratus ribu alumni sekolah yang cerdas, tetapi massa rakyat dibiarkan bodoh? Segeralah kaum sekolah itu pasti akan menjadi penjajah rakyat dengan modal kepintaran mereka. Semoga ini bisa menjadi permenungan kita bersama – sebagai ‘intelektual terpelajar’ – dalam merefleksikan peringatan hari Pahlawan dan mengisi kemerdekaan ini dengan penuh makna

 

 

Memaknai kembali hari pahlawan



Hari ini (10 november) seringkali dijadikan oleh masyarakat Indonesia untuk mengenang jasa-jasa para pejuang. Karena pada tanggal inilah para pejuang Indonesia mengorbankan segala harta dan jiwanya demi mengusir penjajah di bumi pertiwi Indonesia. Untuk menghormati perjuangan para pahlawan Negara tersebutlah tanggal 10 november disahkan sebagai “Hari Pahlawan”.

Merupakan hal yang lumrah jika kita sebagai warga Negara yang mencintai tanah airnya turut menghormati dengan cara menjaga dan mengenang segala hasil dari perjuangan mereka. Tapi, menjaga dan mengenang saja tentu tidaklah cukup bagi kita yang hidup pada masa yang serba merdeka.

Wujud kesetiaan kita pada Negara harus diwujudkan dalam bentuk yang lebih daripada para pejuang dulu lakukan. Jika saat ini sudah tidak mungkin lagi mengangkat senjata ataupun bambu runcing untuk mengusir penjajah, namun bukan berarti berdiam diri dan menikmati hasil perjuangan para pahlawan dijadikan alasan untuk tidak berjuang dan berkarya.

Banyak masyarakat kita yang dengan asyiknya merayakan hari pahlawan dengan berbagai perayaan yang kurang membangun jiwa nasionalisme dan tidak mencerminkan jiwa pejuangnya. Selain itu, banyak juga yang hanya bisa ngucapin “Selamat Hari Pahlawan” tanpa melakukan hal yang berarti. Ini semua memang baik-baik saja untuk dilakukan, akan tetapi apakah hanya itu yang dapat kita perbuat untuk bangsa.

Untuk itulah perlu kiranya kita memaknai kembali hakekat dari hari pahlawan ini.

Hari pahlawan sejatinya adalah hari dimana masyarakat Indonesia berjuang membela hak-haknya demi terciptanya Negara yang aman dari segala bentuk penjajahan dan perampasan hak. Karena kita mereka dulu dijajah maka hak mereka pun harus terus diperjuangkan meskipun harus ditebus dengan nyawa.

Hakekat dari hari pahlawan yaitu “perjuangan”, perjuangan inilah yang seharusnya menjadi kata kunci bagi masyarakat Indonesia untuk mengenang jasa para pahlawan kita. Berjuang tidak melulu identik dengan peperangan atau mengangkat senjata. Jika dulu mengangkat senjata adalah hal yang wajib maka sekarang tidak lagi cocok untuk dilakukan karena memang tidak penjajahan yang berbentuk fisik.

Berjuang demi kebaikan dan maslahat pribadi maupun bersama harus tetap dijunjung tinggi dan diperjuangkan. Seorang pelajar wajib baginya berjuang mencari ilmu maka bentuk perjuangan yang harus dilakukannya adalah dengan mengangkat pena dan membakar semangatnya untuk berkarya dalam bentuk ilmu pengetahuan.

Selain itu, para orang tua pun bisa berjuang melalui pendidikan rumah tangga. Maksudnya, para orang tua harus terus berjuang dalam menghidupi keluarganya, menanggung biaya sekolah anaknya sampai pada memperjuangkan kesejahteraan anak-anaknya.

Sama halnya dengan kalangan masyarakat, para pejabat Negara pun sudah sewajibnya berjuang untuk melakukan segala apa yang menjadi kewajiban mereka. Para pejaba tidak hanya wajib memenuhi kesejahteraan keluarganya, akan tetapi kesejahteraan rakyatnya pun harus terus diperjuangkan dengan segala kemampuan mereka.

Tidak hanya duduk dengan mengucapkan “Selamat Hari Pahlawan” begitu saja. Ada banyak hal penting yang harus diperjuangkan oleh para petinggi negara. Masih banyak kasus yang harus segera diselesaikan, banyak masyarakat yang belum sejahtera, dan semua inilah yang menjadi tugas para pejabat Negara.

Mirisnya, jika dulu pejuang kita rela meninggalkan keluarga demi mewujudkan Negara yang merdeka dan bebas dari penjajahan bahkan mereka rela untuk tidak makan berhari-hari, justru sekarang keadaan seperti itu sudah sulit untuk kita dapati. Para pejabat Negara malah banyak yang tidak mau melakukan apa yang dulu dilakukan oleh para pejuang dulu, apakah ini bisa dinamakan dengan “Melanjutkan Perjuangan Para Pahlawan?”.

Untuk melanjutkan perjuangan tersebut, sebagai warga Negara yang cinta bangsa dan Negara sudah saatnya kita mengarahkan seluruh aktifitas kita untuk lebih menghasilkan suatu nilai yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Jadi, hari pahlawan bukanlah hari untuk sekedar “mengenang” perjuangan para pahlawan. Lebih dari itu, sebagai warga Indonesia kita harus “melanjutkan, mengembangkan, memerdekakan apa yang belum merdeka dan berkarya” demi terciptanya masyarakat yang terus berkembang dan maju.

Mari Lanjutkan Perjuangan Pendahulu Kita!

Hari pahlawan


INILAH 10 FAKTA UNIK TENTANG HARI PAHLAWAN

Salam hangat sahabat setia boytriks di seluruh pelosok dunia, mumpung masih suasana hari pahlawan pada posting kali ini saya akan sedikit share mengenai fakta-fakta unik yang ada pada hari pahlawan yang bertepatan pada tanggal 10 Novermber. Pasti anda bertanya-tanya mengapa saya memposting artikel seperti ini, yah jawabannya tidak lain dan tidak bukan hanya sekedar mengingatkan kembali tentang 'Hari pahlawan' dan sebagai info tambahan buat sobat dirumah, okeeh langsung aja ke TKP.

 


10. Pertempuran 10 november dipicu oleh kedatangan Belanda dan Inggris serta NICA. yang ingin menduduki Indonesia setelah merdeka dan jepang menyerah kepada Pasukan Sekutu.

 

9. Beberapa pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang kembali. Peristiwa ini disambut oleh massa di bawah hotel dengan pekik 'Merdeka' berulang kali.

8. Pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara AFNEI. Serangan-serangan kecil itu ternyata dikemudian hari berubah menjadi serangan umum yang memakan banyak korban baik di militer Indonesia dan Inggris maupun sipil di pihak Indonesia. Akhirnya Inggris meminta bantuan kepada Ir Soekarno melalui D.C. Hawthorn untuk meredakan emosi rakyat Surabaya. disituasi seperti itu Ir.Soekarno tak berkata satu kata pun, bahkan di surabaya suasana semakin memanas.

7. Fakta yang ke-tujuh adalah tewasnya Brigjen A.W.S Mallaby dalam pertempuran. Brigjen Mallaby adalah seorang pimpinan pasukan inggris yang berada di jawa timur, saat itu tanggal 30 okotober 1945 sekitar pukul 20.30 WIB, Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir mengakibatkan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya. mulai dari situ lah Surabaya memasuki Medan perang yang sangat besar, kemarahan Inggris yang biasanya dalam perang Eropa sulit untuk dikalahkan, geram dan mengakui kekuatan Arek-arek Surabaya.

6. Setelah tewasnya Mallaby, Inggris mulai bergerak, dibawah pimpinan Mayor Jenderal Robert Mansergh mereka membuat kira-kira 500.000 Ultimatum dalam setiap pesawat Inggris yang melintasi kota surabaya dan menyebarkan Ultimatum itu dengan menjatuhkannya dari pesawat, Seluruh Pemuda dan Arek-arek surabaya dan Bung Tomo serta Gub.Suryo, namun disitu Ultimatum tersebut telah di REJECT/REFUSE (bahasa gaulnya), tidak diindahkan oleh Arek-arek Surabaya bahkan mereka semakin terbakar Semangatnya untuk memperjuangkan Indonesia dan Surabaya, Gambar diatas terlihat bahwa Gub.Suryo menulis sebuah pidato yang diumumkan pada subuh tanggal 10 november 1945, ultimatum tersebut menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945, jika tidak Surabaya Akan Digempur melalui Udara, Darat dan Laut.

5. Subuh dini hari, 10 November 1945 sekitar pukul 02.30 WIB, seluruh arek-arek Surabaya, TKR, Pembantu PETA, bekas pasukan PETA dan Sukarelawan Surabaya turun kemedan perang untuk mati demi kemerdekaan, saat pagi menjelang. Bung Tomo dan Gub.Suryo mulai membentangkan Obor dan membakar semangat dan jiwa kepatriotan Surabaya, melalui pidato yang dikeluarkan oleh Bung Tomo: PIDATO BERLEGENDARIS DAN PUSAKA UNTUK RAKYAT SURABAYA, dari situ lah semua pasukan dan arek-arek suroboyo maju kemedan pertempuran, bantuan dari Brimob kediri dan semarang juga ikut melawan Inggris dan Antek-anteknya, di pihak Inggris seluruh armada Inggris mulai dari Udara, Darat dan Laut, turun dan bercampur aduk membom bardir pasukan Surabaya.

4. Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok di pulau Jawa (khususnya Jawa Timur) seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur.

3. Kekuatan Inggris sangat besar, inggris adalah negara yang memiliki kekuatan militer yang bahkan semua pasukan eropa dari abad sebelum masehi, saat zaman menggunakan pedang pun Inggris diakui sebagai negara terkuat di eropa, ratu Inggris dari abad ke abad adalah kekuatan paling besar Inggris, namun Inggris mengakui bahwa baru pertama kali Inggris mendapatkan musuh seberat dan sehebat Rakyat Surabaya, kekuatan dan kehebatan Arek Surabaya bahkan lebih kuat dibanding bangsa Barbar, yang pernah ditaklukan Inggris, maka dari itu kita turut bangga dengan perjuangan arek-arek surabaya sebelum kita.

2. PERHITUNGAN-PERHITUNGAN SAAT MASA PERANG 10 NOVEMBER 

Pasti bingung dengan maksud perhitungan-perhitungan diatas? maksudnya adalah Kisah Kehidupan Yang tersembunyi mulai dari perhitungan jumlah korban tewas di kedua belah pihak, jumlah pihak yang terlibat di kedua belah pihak dan lain-lain tidak diketahui secara pasti.
(hasil masih dalam proses pencarian data valid, mohon tunggu sampai ane menemukan jumlah pastinya untuk update, hhhe)

1. Dan inilah pemuncak klasemennya...!
Setelah berakhirnya pertempuran 10 November 1945, seluruh pemuda di Indonesia mulai dari Sabang hingga merauke, mendengar berita bahwa seluruh Pemuda dan Arek-arek Surabaya bertahan dan berjuang demi kotanya, dan akhirnya berkobarlah seluruh semangat pemuda di Tanah air Indonesia, mulai dari Medan yang sering disebut (Pertempuran Medan Area), di semarang, di ambon, di sulawesi, di bali dan dimana pun mereka semua bangkit dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, dan kesimpulannya adalah:
"SURABAYA ADALAH KOTA PEMICU BANGKITNYA SEMANGAT PEMUDA DISELURUH TANAH AIR UNTUK MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN INDONESIA"

 

Itulah sekilas mengenai fakta-fakta mengenai Hari Pahlawan 10 November..